27 Maret 2007

Istri Menyervis Suami?

Minggu sore (25/3) yang lalu, istri saya pulang dari sebuah retreat di daerah Sukabumi, Jawa Barat. Ia menumpang mobil milik sepasang suami istri. Dalam perjalanan pulang itulah sang suami bertanya kepada Debby, istri saya, bagaimana supaya istrinya mau menyervis dia. Menurutnya, kalau begini terus, lama-lama ia bisa ‘jatuh’ juga. Mendengar itu, istrinya kontan menjawab, “Kamu kasih dulu dong uang yang banyak. Saya pasti mau nyervis kamu.”

Debby menjawab sang istri, “Wah, kamu mesti ikut Wanita Bijak (nama sebuah pelayanan khusus untuk wanita). Di Wanita Bijak, memang banyak tuh istri-istri yang minta segala macam kepada suaminya. Ada yang minta dibelikan hp, baru mau melayani suaminya.” Debby menambahkan, bahwa pada akhir sesi yang membahas tentang permintaan para istri tersebut, banyak wanita yang maju ke depan untuk menyatakan penyesalannya dan berkomitmen untuk tidak melakukannya lagi.

Malam itu di meja makan, setelah Debby bercerita tentang percakapannya dengan kedua temannya itu, sebenarnya saya ingin mengatakan sesuatu. Namun, saya menahannya. Saya memang tipe orang yang tidak cepat berbicara, kalau saya merasa bahwa omongan saya mungkin kurang tepat. Jadi, saat itu saya hanya menjadi pendengar yang baik.

Pagi ini (Selasa, 27/3), saya berkesempatan untuk membahas percakapan Debby dengan kedua temannya itu lagi. Saya mengungkapkan kalimat yang sudah ada di benak saya sejak Minggu malam, “Harusnya kamu jawab begini kepada suaminya. Kayak suami saya dong, dia yang nyervis saya!” Ya, pembaca, ini memang urusan dalam negeri. Tetapi di sini terkandung sebuah konsep yang mendalam. Saya akan membahasnya dalam artikel berikutnya.

Mendengar ucapan saya, Debby langsung menjawab, “Iya, di kantor, saya juga pernah bilang ke teman-teman (wanita), bahwa saya gak akan berselingkuh, karena untuk urusan yang satu itu saya mendapat pelayanan yang memuaskan (diservis).” Ia malah berani berkata kepada teman-temannya, “Kalian pada nyervis, kan?”


Artikel Terbaru Blog Ini